Sabtu, 25 Juli 2015

SURROGATE MOTHER (IBU PENGGANTI/ SEWA RAHIM)

Pada awalnya teknlogi reproduksi buatan diperuntukkan bagi peningkatan produktivitas, dengan kata lain pada 1790 teknologi ini berguna untuk mengatasi krisis kekurangan bahan pangan dengan pengembangbiakan hewan – hewan yang diambil susu dan dagingnya. Hasil yang memuaskan diterima pada saat itu karena semen yang digunakan dalam pengembangbiakan adalah semen terbaik/ pilihan yang hasilnya menghasilkan hewan – hewan penghasil terbaik. Penemuan ini akhirnya berkembang pada keingianan. Pada akhirnya timbul keinginan untuk melakukan hal yang sama pada manusia dalam rangka meningkatkan produksi terbaik dari manusia.[1]
Berbagai produk teknologi reproduksipun dikembangkan sejak abad ke 17. Salah satu yang paling kontroversial dalam mengawali perkembangan teknologi ini adalah kehadiran Bank Sperma pada tahun 1984. Hingga saat ini ada banyak produk yang ditawarkan oleh teknologi reproduksi yang sering juga disebut Artifical Reproduction Technology, salah satu yang paling popular dan sering dimanfaatkan ialah Inseminasi buatan (Artificial Insemination) yang berkembang menjadi sub teknologi dengan spesifikasi yang lebih sempit.
Inseminiasi buatan (Artificial Insemination) adalah teknologi reproduksi yang membantu membuat pembuahan buatan dan implantasi buatan  (in vitro fertilization) yang dapat dilakukan didalam tubuh maupun diluar tubuh manusia tanpa coitus, tergantung pada spesifikasi inseminasi yang diinginkan. Implantasi adalah suatu penanaman embryo yang sudah dikembangkan diluar tubuh terlebih dahulu kedalam rahim calon ibu.[2]
Jenis inseminasi buatan yang akan dibahas pada makalah ini adalah suatu teknologi in vitro fertilization yang masih sangat kontroversial terutama bila ditilik dari sisi keagamaan dan normative, yaitu Surrogate Mother (Ibu pengganti) atau yang biasa dikenal dengan istilah sewa Rahim. Teknologi ini termasuk kedalam golongan Artificial Insemination by Donor yang merupakan pengembangan dari inseminasi buatan yang biasa(artificial Inseination). Dikatakan pengembangan karena bila inseminasi butan biasa hanya melibatkan pasangan suami isteri saja, maka dalam Surrogate Mother ini melibatkan pihak lain selain pasangan suami isteri, yaitu wanita yang berasal dari dalam anggota keluarga maupun dari wanita yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan pasangan suami isteri tersebut, yang dalam prosesnya dapat menggunakan prinsip imbalan materi atau tidak.
Surrogate Mother atau sewa rahim mendapat kontroversi dari sisi etika dan agama, karena prosesnya yang tidak melalui hubungan seks tapi penanamannya pada orang yang tidak terikat hubungan suami isteri.

 DEFINISI SEWA RAHIM
Surrogate mother atau sewa rahim adalah suatu teknologi reproduksi buatan dimana sperma dan ovum dari pasangan suami isteri (pada umumnya) dipertemukan diluar rahim dan ditanam dirahim wanita lain yang dinilai subur dan memenuhi syarat. Dalam hal ini wanita yang ditanami hasil pembuahan dapat berasal dari kalangan keluarga, orang terdekat bahkan orang yang tidak dikenal sekalipun dengan imbalan maupun tanpa imbalan.
Praktik sewa rahim dilakukan dengan tujuan membantu pasangan suami isteri yang mengalami gangguan reproduksi, terutama bagi wanita yang mengalami masalah serius pada organ reproduksinya yang menjadikan ia tidak mungkin untuk hamil. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh gangguan rahim/ rahim lemah, kanker, cacat atau tidak memiliki rahim karena telah diangkat ketika operasi.
Ditinjau dari aspek teknologi dan ekonomi proses surrogate mother ini cukup menjanjikan terhadap penanggulangan beberapa kasus infertilitas, tetapi ternyata proses ini terkendala oleh aturan perundang-undangan yang berlaku serta pertimbangan etika, norma-norma yang berlaku di Indonesia. Begitu juga dengan perjanjian yang dibuat, apakah bisa berlaku berdasarkan hukum perikatan nasional, terlebih-lebih objek yang diperjanjikan sangatlah tidak lazim, yaitu rahim, baik sebagai benda maupun difungsikan sebagai jasa.   
Praktek surrogate mother atau lazim diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan ibu pengganti/sewa rahim tergolong metode atau upaya kehamilan di luar cara yang alamiah. Dalam hukum Indonesia, praktek ibu pengganti secara implisit tidak diperbolehkan. Dalam pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan :
a)    hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b)    dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c)       pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
     
Dalam standar hukum ini, sebenarnya penyewaan rahim tidaklah memenuhi standar untuk dilakukan di Indonesia. Namun praktik ini tetap ditemukan meskipun kelegalannya perlu dipertanyakan.

 LATAR BELAKANG SEWA RAHIM
Sewa rahim biasanya dilatarbelakangi oleh beberapa sebab, di antaranya adalah :
1.      Seorang perempuan atau seorang istri tidak mempunyai harapan untuk
mengandung secara normal karena memiliki penyakit atau kecacatan yang dapat menghalanginya dari mengandung dan melahirkan anak.
2.      Seorang perempuan tidak memiliki rahim akibat tindakan operasi
pembedahan rahim.
3.      Perempuan tersebut ingin memiliki anak tetapi tidak mau memikul beban
kehamilan, melahirkan dan menyusukan anak dan ingin menjaga kecantikan tubuh badannya.
4.      Perempuan yang ingin memiliki anak tetapi masa haidnya telah putus haid
(menopause).
5.      Perempuan yang menjadikan rahimnya sebagai alat komoditi dalam
mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan ekonominya.

BENTUK-BENTUK SEWA RAHIM
Adapun bentuk-bentuk peyewaan rahim adalah sebagai berikut:
  1. Benih isteri (ovum) disenyawakan dengan benih suami (sperma), kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain.  Kaedah ini digunakan dalam keadaan isteri memiliki benih yang baik, tetapi rahimnya dibuang karena pembedahan, kecacatan yang terus, akibat penyakit yang kronik atau sebab-sebab yang lain.
2.     Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah disenyawakan  dibekukan dan dimasukkan ke dalam rahim ibu tumpang selepas kematian pasangan suami isteri itu.
3.    Ovum isteri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya) dan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain.  Keadaan ini apabila suami mandul dan isteri ada halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi benih isteri dalam keadaan baik.
4.    Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain, kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain.  Keadaan ini berlaku apabila isteri ditimpa penyakit pada ovarium dan rahimnya tidak mampu memikul tugas kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap putus haid (menopause).
5.   Sperma suami dan ovum isteri disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam rahim isteri yang lain dari suami yang sama. Dalam keadaan ini isteri yang lain sanggup mengandungkan anak suaminya dari isteri yang tidak boleh hamil. 

PERSPEKTIF ALKITAB

Sebagaimana isu lain mengenai prokreasi manusia, surrogate mothertentunya menyita perhatian dari sisi keagamaan. Dari sudut pandang Kristiani, analisa moral dari teknologi reproduksi buatan ini harus mendapatka perhatian serius terutama erkait dengan tujuan aktifitas seksual dan keutuhan pernikahan. Terlebih lagi dalam posisi ini generasi manusia ditempatkan dalam level yang seolah-olah sejajar dengan dengan perkawinan hewan, apalagi teknik yang digunakan pada prosedur kerjanya sangat mirip. [3]
Pada tahun 1949 Paus Paus Pius XII dari gereja Katolik Roma adalah tokoh agama pertama yang menanggapi secara serius masalah reproduksi buatan yang dilakukan pada manusia. Beliau berkata, “the natural law and the divine law are such that the procreation of new life may only be the fruit of marriage”, yang artinya hukum alamiah dari prokreasi manusia (penghamilan) hanya boleh dilakuakan melalui perkawinan/ persetubuhan yang wajar.”
Bila kita menilik dari segi prosedur pelaksanaan praktik surrogate mother  maka ada proses onani dan masturbasi, yang artinya ada pembuangan sperma yang secara sengaja yang bila kita lihat dalam Kejadian 38:10. Pada konteks pasal tersebut cara yang dilakukan untuk mendapatkan keturunan bagi Er, Onan melakukan persetubuhan yang wajar, namun ia membuang maninya sehingga matilah Onan karena hal tersebut dipandang jahat oleh Allah.
Ditambah lagi dengan berbagai bentuk dan alasan pasangan untuk melakukan surrogate mother yang membuat perbuatan ini dipandang keji oleh Allah. Berikut ulasan dari berbagai bentuk penyewaan rahim disertai dengan respons iman kristiani.
1.      Jika sprema dan ovum berasal dari pasangan suami isteri namun mengunakn rahim wanita lain dengan alasan kecacatan atau ketiadaan rahim sang isteri karena berbagai faktor. Dalam bentuk penyewaan ini, wanita yang rahimnya disewa telah seolah-olah menjual rahimnya. Di samping itu, pernikahan yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus adalah pernikahan dengan satu partner. Dalam kasus ini, ada pihak ketiga yang tidak terlibat dalam hubungan pernikahan, ini merusak kekudusan pernikahan.
2.      Benih yang telah disenyawakan ditumpangkan ke wanita lain karena orang tua benih meninggal. Ini berkitan dengan pandangan dasar dalam teknologi reproduksi buatan dengan persenyawaan yang tidak alamiah/ denganbantuan manusia dan terjadi diluar rahim wanita, yang menjadikannya bukan perkawinan/ persetubuhan yang tidak wajar.
3.      Kecacatan laki-laki atau sperma laki-laki yang membuat ovum wanita harus dibuahi oleh sperma lain dan kemudian dititipkan ke rahim wanita lain. Keadaan ini lebih parah lagi, karena selain cara persenyawaan yang tidak wajar juga ada piahk ketiga dan keempat, yaitu pihak pendonor sperma dan pihak pendonor sewa rahim. Kerumitan ini telah menghancurkan kekudusan pernikahan dengan pemaksaan kehendak.
4.      Sperma sang suami disenyawakan dengan ovum wanita lain dan ditanam di rahim wanita lain. Dalam hal ini kerunyaman terjadi bila ada dua wanita pendonor, yaitu pendonor rahim dan pendonor ovum. Tidak dapat terlihat keterlibatan langsung pada isteri yang sah. Adopsi anak merupakan usaha yang lebih sederhana dan mulia disbandingkan cara ini. Atau jika wanita pendonor ovum dan rahim adalah wanita yang sama, maka kejadian ini mirip dengan apa yang terjadi pada Abraham, Sarah dan Hagar dalam Kejadian 16 yang pada akhirnya menimbulkan pertentangan dan masalah.
5.      Bentuk yang terkahir adalah bila ovum dan sperma dari suami isteri yang sah disenyawakan dan ditanam pada isteri yang lain, dalam artian terjadi praktik poligami. Hal ini dijelaskan dalam Markus 10:11-12 yang berbunyi “Lalu katanya kepada mereka: “Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan wanita lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika si ister menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah”
Dalam penjelasan diatas jelaslah betapa Allah menghendaki kekudusan dalam pernikahan karena Ia dari kesatuan suami isteri yang Ia inginkan ialah keturunan ilahi, sehingga kesetiaan menjadi faktor penentu yang sangat diperlukan dalam hubungan suami isteri (Maleakhi 2: 15-16).[4]

Berikut adalah Perbandingan Argumen megenai Surrogate Mother (Sewa rahim) berdasarkan Scott B. Rae dalam Brave New Family
Affirmative (government)
Oposisi (Norma Kristiani)
  • Sewa rahim sesuai dengan aturan konstitusional dalam kebebasan prokreasi  (AS).
  • Bayaran kepada ibu sewaan adalah sebuah pembayaran jasa pelayanan, bukan penjualan anak
  • Sewa rahim berbeda dengan adopsi dalam pasar gelap (perdagangan anak/bayi)
  • Sewa rahim termasuk dalam praktik jual-beli anak
  • Sewa rahim berpotensi mengekspoitasi ibu sewa (ekspolitasi wanita)
  • Sewa rahim merusak hak ibu untuk berasosiasi dengan anak


Kitab suci bersifat skeptic tentang kontribusi orang ketiga dalam prokreasi. Sewa rahim komersial adalah problema bahkan bagi mereka yang tidak percaya pada kitab suci karena kecenderungan jual-beli bayi yang diciptakan. Jual-beli bayi adalah adalah masalah moral yang mendapat perlawanan dari kebanyakan orang.[5]

SOLI DEO GLORIA 


DAFTAR PUSTAKA
Alkitab
Davis, J John.1985. Evangelical Ethics-Issues Facing The Church Today.New Jersey: Presbyterian and Reformed Publishing.
Lammers, E. Stephen & Verhey, Allen. 1989. On Moral Medicine-Theological Perspectives in Medical Ethics. Michigan: William B. Eerdmans Publishing.
Parrot, Leslie & Les. 2002. When Bad Things Happen To Good Marriage. Batam Centre: Interaksara.
Rae, B. Scoot. 1996. Brave New Families. USA: Baker books.
Wheat, Ed. 1999. 20 Langkah  Menuju Pernikahan Yang Bahagia. Jakarta: Karismata.
http://Surrogate_mother_dalam_perspektif_hukum.com
http://mas.gedhe%20blog's%20%20INSEMINASI%20BUATAN%20MENURUT%20PANDANGAN%20ETIKA%20KRISTEN.htm















[1] John Jefferson Davis, Evangelical Ethics-Issues Facing The Church Today (New Jersey: Presbyterian and Reformed Publishing, 1985), hlm. 65-66
[2] Stephen E. Lammers & Allen Verhey, On Moral Medicine-Theological Perspectives in Medical Ethics (Michigan: William B. Eerdmans Publishing, 1989), hlm. 333
[3] John Jefferson Davis, Evangelical Ethics-Issues Facing The Church Today (New Jersey: Presbyterian and Reformed Publishing, 1985), hlm. 69
[4]Ed Wheat, 20 Langkah  Menuju Pernikahan Yang Bahagia, (Jakarta: Karismata, 1999), hlm 32.
[5]Scott B. Rae, Brave New Families (USA: Baker books, 1996), hal167.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar