Pada awalnya teknlogi reproduksi buatan diperuntukkan bagi
peningkatan produktivitas, dengan kata lain pada 1790 teknologi ini berguna
untuk mengatasi krisis kekurangan bahan pangan dengan pengembangbiakan hewan –
hewan yang diambil susu dan dagingnya. Hasil yang memuaskan diterima pada saat
itu karena semen yang digunakan dalam pengembangbiakan adalah semen terbaik/
pilihan yang hasilnya menghasilkan hewan – hewan penghasil terbaik. Penemuan
ini akhirnya berkembang pada keingianan. Pada akhirnya timbul keinginan untuk
melakukan hal yang sama pada manusia dalam rangka meningkatkan produksi terbaik
dari manusia.[1]
Berbagai produk teknologi reproduksipun dikembangkan sejak
abad ke 17. Salah satu yang paling kontroversial dalam mengawali perkembangan
teknologi ini adalah kehadiran Bank Sperma pada tahun 1984. Hingga saat ini ada
banyak produk yang ditawarkan oleh teknologi reproduksi yang sering juga
disebut Artifical Reproduction Technology,
salah satu yang paling popular dan sering dimanfaatkan ialah Inseminasi buatan (Artificial Insemination) yang
berkembang menjadi sub teknologi dengan spesifikasi yang lebih sempit.
Inseminiasi buatan (Artificial
Insemination) adalah teknologi reproduksi yang membantu membuat pembuahan
buatan dan implantasi buatan (in vitro fertilization) yang dapat
dilakukan didalam tubuh maupun diluar tubuh manusia tanpa coitus, tergantung
pada spesifikasi inseminasi yang diinginkan. Implantasi adalah suatu penanaman
embryo yang sudah dikembangkan diluar tubuh terlebih dahulu kedalam rahim calon
ibu.[2]
Jenis inseminasi buatan yang akan dibahas pada makalah ini
adalah suatu teknologi in vitro fertilization
yang masih sangat kontroversial terutama bila ditilik dari sisi keagamaan
dan normative, yaitu Surrogate Mother (Ibu
pengganti) atau yang biasa dikenal dengan istilah sewa Rahim. Teknologi ini
termasuk kedalam golongan Artificial
Insemination by Donor yang merupakan pengembangan dari inseminasi buatan
yang biasa(artificial Inseination).
Dikatakan pengembangan karena bila inseminasi butan biasa hanya melibatkan
pasangan suami isteri saja, maka dalam Surrogate
Mother ini melibatkan pihak lain selain pasangan suami isteri, yaitu wanita
yang berasal dari dalam anggota keluarga maupun dari wanita yang tidak memiliki
hubungan keluarga dengan pasangan suami isteri tersebut, yang dalam prosesnya
dapat menggunakan prinsip imbalan materi atau tidak.
Surrogate Mother atau sewa rahim mendapat
kontroversi dari sisi etika dan agama, karena prosesnya yang tidak melalui
hubungan seks tapi penanamannya pada orang yang tidak terikat hubungan suami
isteri.
DEFINISI SEWA RAHIM
Surrogate mother atau sewa rahim adalah suatu
teknologi reproduksi buatan dimana sperma dan ovum dari pasangan suami isteri (pada
umumnya) dipertemukan diluar rahim dan ditanam dirahim wanita lain yang dinilai
subur dan memenuhi syarat. Dalam hal ini wanita yang ditanami hasil pembuahan
dapat berasal dari kalangan keluarga, orang terdekat bahkan orang yang tidak
dikenal sekalipun dengan imbalan maupun tanpa imbalan.
Praktik
sewa rahim dilakukan dengan tujuan membantu pasangan suami isteri yang
mengalami gangguan reproduksi, terutama bagi wanita yang mengalami masalah
serius pada organ reproduksinya yang menjadikan ia tidak mungkin untuk hamil.
Keadaan ini biasanya disebabkan oleh gangguan rahim/ rahim lemah, kanker, cacat
atau tidak memiliki rahim karena telah diangkat ketika operasi.
Ditinjau
dari aspek teknologi dan ekonomi proses surrogate mother ini
cukup menjanjikan terhadap penanggulangan beberapa kasus infertilitas, tetapi
ternyata proses ini terkendala oleh aturan perundang-undangan yang berlaku
serta pertimbangan etika, norma-norma yang berlaku di Indonesia. Begitu juga
dengan perjanjian yang dibuat, apakah bisa berlaku berdasarkan hukum perikatan
nasional, terlebih-lebih objek yang diperjanjikan sangatlah tidak lazim, yaitu
rahim, baik sebagai benda maupun difungsikan sebagai jasa.
Praktek surrogate
mother atau lazim diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan ibu
pengganti/sewa rahim tergolong metode atau upaya kehamilan di luar cara yang
alamiah. Dalam hukum Indonesia, praktek ibu pengganti secara implisit tidak
diperbolehkan. Dalam pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU
Kesehatan) diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh
pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan :
a) hasil pembuahan sperma dan ovum dari
suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum
berasal;
b) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
c)
pada fasilitas pelayanan kesehatan
tertentu.
Dalam standar hukum ini, sebenarnya penyewaan rahim tidaklah
memenuhi standar untuk dilakukan di Indonesia. Namun praktik ini tetap
ditemukan meskipun kelegalannya perlu dipertanyakan.
LATAR BELAKANG SEWA RAHIM
Sewa
rahim biasanya dilatarbelakangi oleh beberapa sebab, di antaranya adalah :
1.
Seorang
perempuan atau seorang istri tidak mempunyai harapan untuk
mengandung secara normal karena
memiliki penyakit atau kecacatan yang dapat menghalanginya dari mengandung dan
melahirkan anak.
2.
Seorang
perempuan tidak memiliki rahim akibat tindakan operasi
pembedahan rahim.
3.
Perempuan
tersebut ingin memiliki anak tetapi tidak mau memikul beban
kehamilan, melahirkan dan menyusukan
anak dan ingin menjaga kecantikan tubuh badannya.
4.
Perempuan
yang ingin memiliki anak tetapi masa haidnya telah putus haid
(menopause).
5.
Perempuan
yang menjadikan rahimnya sebagai alat komoditi dalam
mencari nafkah dan memenuhi
kebutuhan ekonominya.
BENTUK-BENTUK SEWA RAHIM
Adapun bentuk-bentuk peyewaan rahim
adalah sebagai berikut:
1. Benih isteri (ovum) disenyawakan
dengan benih suami (sperma), kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain.
Kaedah ini digunakan dalam keadaan isteri memiliki benih yang baik, tetapi
rahimnya dibuang karena pembedahan, kecacatan yang terus, akibat penyakit yang
kronik atau sebab-sebab yang lain.
2. Sama dengan bentuk yang pertama,
kecuali benih yang telah disenyawakan dibekukan dan dimasukkan ke dalam
rahim ibu tumpang selepas kematian pasangan suami isteri itu.
3. Ovum isteri disenyawakan dengan
sperma lelaki lain (bukan suaminya) dan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain.
Keadaan ini apabila suami mandul dan isteri ada halangan atau kecacatan
pada rahimnya tetapi benih isteri dalam keadaan baik.
4. Sperma suami disenyawakan dengan
ovum wanita lain, kemudian dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan
ini berlaku apabila isteri ditimpa penyakit pada ovarium dan rahimnya tidak
mampu memikul tugas kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap putus haid
(menopause).
5. Sperma suami dan ovum isteri
disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam rahim isteri yang lain dari suami
yang sama. Dalam keadaan ini isteri yang lain sanggup mengandungkan anak
suaminya dari isteri yang tidak boleh hamil.
PERSPEKTIF ALKITAB
PERSPEKTIF ALKITAB
Sebagaimana isu lain mengenai prokreasi manusia, surrogate mothertentunya menyita
perhatian dari sisi keagamaan. Dari sudut pandang Kristiani, analisa moral dari
teknologi reproduksi buatan ini harus mendapatka perhatian serius terutama
erkait dengan tujuan aktifitas seksual dan keutuhan pernikahan. Terlebih lagi
dalam posisi ini generasi manusia ditempatkan dalam level yang seolah-olah
sejajar dengan dengan perkawinan hewan, apalagi teknik yang digunakan pada
prosedur kerjanya sangat mirip. [3]
Pada tahun 1949 Paus Paus Pius XII dari gereja Katolik Roma
adalah tokoh agama pertama yang menanggapi secara serius masalah reproduksi
buatan yang dilakukan pada manusia. Beliau berkata, “the natural law and the divine law are such that the procreation of
new life may only be the fruit of marriage”, yang artinya hukum alamiah
dari prokreasi manusia (penghamilan) hanya boleh dilakuakan melalui perkawinan/
persetubuhan yang wajar.”
Bila kita menilik dari segi prosedur pelaksanaan praktik surrogate mother maka ada proses onani dan masturbasi, yang
artinya ada pembuangan sperma yang secara sengaja yang bila kita lihat dalam
Kejadian 38:10. Pada konteks pasal tersebut cara yang dilakukan untuk
mendapatkan keturunan bagi Er, Onan melakukan persetubuhan yang wajar, namun ia
membuang maninya sehingga matilah Onan karena hal tersebut dipandang jahat oleh
Allah.
Ditambah lagi dengan berbagai bentuk dan alasan pasangan
untuk melakukan surrogate mother yang
membuat perbuatan ini dipandang keji oleh Allah. Berikut ulasan dari berbagai
bentuk penyewaan rahim disertai dengan respons iman kristiani.
1. Jika sprema dan ovum berasal dari
pasangan suami isteri namun mengunakn rahim wanita lain dengan alasan kecacatan
atau ketiadaan rahim sang isteri karena berbagai faktor. Dalam bentuk penyewaan
ini, wanita yang rahimnya disewa telah seolah-olah menjual rahimnya. Di samping
itu, pernikahan yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus adalah pernikahan dengan satu
partner. Dalam kasus ini, ada pihak ketiga yang tidak terlibat dalam hubungan
pernikahan, ini merusak kekudusan pernikahan.
2. Benih yang telah disenyawakan ditumpangkan
ke wanita lain karena orang tua benih meninggal. Ini berkitan dengan pandangan
dasar dalam teknologi reproduksi buatan dengan persenyawaan yang tidak alamiah/
denganbantuan manusia dan terjadi diluar rahim wanita, yang menjadikannya bukan
perkawinan/ persetubuhan yang tidak wajar.
3. Kecacatan laki-laki atau sperma
laki-laki yang membuat ovum wanita harus dibuahi oleh sperma lain dan kemudian
dititipkan ke rahim wanita lain. Keadaan ini lebih parah lagi, karena selain
cara persenyawaan yang tidak wajar juga ada piahk ketiga dan keempat, yaitu
pihak pendonor sperma dan pihak pendonor sewa rahim. Kerumitan ini telah
menghancurkan kekudusan pernikahan dengan pemaksaan kehendak.
4. Sperma sang suami disenyawakan
dengan ovum wanita lain dan ditanam di rahim wanita lain. Dalam hal ini
kerunyaman terjadi bila ada dua wanita pendonor, yaitu pendonor rahim dan
pendonor ovum. Tidak dapat terlihat keterlibatan langsung pada isteri yang sah.
Adopsi anak merupakan usaha yang lebih sederhana dan mulia disbandingkan cara
ini. Atau jika wanita pendonor ovum dan rahim adalah wanita yang sama, maka
kejadian ini mirip dengan apa yang terjadi pada Abraham, Sarah dan Hagar dalam
Kejadian 16 yang pada akhirnya menimbulkan pertentangan dan masalah.
5. Bentuk yang terkahir adalah bila
ovum dan sperma dari suami isteri yang sah disenyawakan dan ditanam pada isteri
yang lain, dalam artian terjadi praktik poligami. Hal ini dijelaskan dalam
Markus 10:11-12 yang berbunyi “Lalu katanya kepada mereka: “Barangsiapa
menceraikan isterinya lalu kawin dengan wanita lain, ia hidup dalam perzinahan
terhadap isterinya itu. Dan jika si ister menceraikan suaminya dan kawin dengan
laki-laki lain, ia berbuat zinah”
Dalam penjelasan diatas jelaslah
betapa Allah menghendaki kekudusan dalam pernikahan karena Ia dari kesatuan
suami isteri yang Ia inginkan ialah keturunan ilahi, sehingga kesetiaan menjadi
faktor penentu yang sangat diperlukan dalam hubungan suami isteri (Maleakhi 2:
15-16).[4]
Berikut
adalah Perbandingan Argumen megenai Surrogate Mother (Sewa rahim) berdasarkan
Scott B. Rae dalam Brave New Family
Affirmative (government)
|
Oposisi (Norma Kristiani)
|
|
|
Kitab suci
bersifat skeptic tentang kontribusi orang ketiga dalam prokreasi. Sewa rahim
komersial adalah problema bahkan bagi mereka yang tidak percaya pada kitab suci
karena kecenderungan jual-beli bayi yang diciptakan. Jual-beli bayi adalah
adalah masalah moral yang mendapat perlawanan dari kebanyakan orang.[5]
SOLI DEO GLORIA
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab
Davis, J John.1985. Evangelical
Ethics-Issues Facing The Church Today.New
Jersey: Presbyterian and Reformed Publishing.
Lammers,
E. Stephen & Verhey, Allen. 1989. On Moral
Medicine-Theological Perspectives in Medical Ethics. Michigan:
William B. Eerdmans Publishing.
Parrot, Leslie & Les. 2002. When Bad Things Happen To Good Marriage. Batam Centre: Interaksara.
Rae, B. Scoot. 1996. Brave New Families. USA: Baker books.
Wheat, Ed. 1999. 20 Langkah Menuju Pernikahan
Yang Bahagia. Jakarta: Karismata.
http://Surrogate_mother_dalam_perspektif_hukum.com
http://mas.gedhe%20blog's%20%20INSEMINASI%20BUATAN%20MENURUT%20PANDANGAN%20ETIKA%20KRISTEN.htm
[1] John Jefferson
Davis, Evangelical Ethics-Issues Facing
The Church Today (New Jersey: Presbyterian and Reformed Publishing, 1985),
hlm. 65-66
[2] Stephen E. Lammers
& Allen Verhey, On Moral
Medicine-Theological Perspectives in Medical Ethics (Michigan: William B.
Eerdmans Publishing, 1989), hlm. 333
[3] John Jefferson
Davis, Evangelical Ethics-Issues Facing
The Church Today (New Jersey: Presbyterian and Reformed Publishing, 1985),
hlm. 69
[4]Ed Wheat, 20 Langkah Menuju Pernikahan Yang Bahagia, (Jakarta:
Karismata, 1999), hlm 32.
[5]Scott
B. Rae, Brave New Families (USA:
Baker books, 1996), hal167.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar